
Serang — Beberapa warga Cikande, Kabupaten Serang, Banten, hingga kini masih hidup dalam bayang-bayang dampak radiasi dari zat Cesium-137 (Cs-137). Peristiwa paparan radiasi ini meninggalkan trauma panjang, tidak hanya secara fisik, tetapi juga ekonomi. Sejumlah korban kini kehilangan pekerjaan dan kesulitan mencari nafkah karena stigma masyarakat terhadap mereka.
Awal Mula Paparan Radiasi
Kasus paparan Cs-137 di Cikande pertama kali mencuat ketika Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) menemukan sumber radiasi tak berizin di kawasan industri pada awal 2024. Zat tersebut diduga berasal dari peralatan pengukur densitas industri yang tidak lagi digunakan, tetapi dibuang tanpa prosedur keselamatan yang benar.
Tim BAPETEN segera mengevakuasi material berbahaya itu dan melakukan pemantauan kesehatan terhadap warga sekitar. Meskipun proses pembersihan berlangsung cepat, efek sosial dan ekonomi dari peristiwa itu masih terasa hingga kini.
Kehidupan Setelah Paparan
Seorang warga bernama Heri Supriyadi menceritakan bahwa sejak dinyatakan pernah terpapar radiasi ringan, ia tidak lagi diterima bekerja di pabrik sekitar. “Banyak teman dan tetangga menjauh. Padahal dokter bilang kondisi kami sudah aman,” ujar Heri dengan nada sedih.
Kondisi serupa dialami oleh tiga warga lain yang kini hanya mengandalkan bantuan sosial dari pemerintah daerah. Mereka mengaku kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari karena belum ada program pemulihan ekonomi bagi korban paparan radiasi tersebut.
Upaya Pemerintah dan Pemantauan Kesehatan
Pemerintah Provinsi Banten bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan BAPETEN melakukan pemeriksaan berkala terhadap para warga terdampak. Hasil uji kesehatan terbaru menunjukkan kadar radiasi di tubuh korban telah kembali normal.
Kepala Dinas Kesehatan Banten, dr. Retno Wibisono, mengatakan bahwa tidak ada ancaman langsung terhadap kesehatan warga saat ini. Namun, trauma sosial yang dialami warga Cikande membutuhkan penanganan khusus. “Kami sedang menyiapkan tim pendampingan psikologis agar mereka bisa kembali beraktivitas normal,” ujarnya.
Selain itu, pemerintah daerah berencana memberikan pelatihan kerja bagi warga terdampak untuk membuka peluang ekonomi baru. Program ini diharapkan dapat memulihkan kesejahteraan masyarakat sekaligus menghapus stigma negatif di lingkungan sekitar.
Tanggung Jawab Industri dan Pengawasan
Menurut BAPETEN, kasus Cs-137 di Cikande menjadi peringatan serius bagi dunia industri. Setiap perusahaan diwajibkan untuk menerapkan sistem pengelolaan limbah radioaktif yang ketat. Jika lalai, ancaman sanksi hukum bisa dijatuhkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran.
Pakar lingkungan dari Institut Teknologi Bandung, Prof. Dwi Handoko, menilai bahwa kejadian di Cikande merupakan bukti lemahnya pengawasan industri kecil terhadap limbah radioaktif. “Kita sering fokus pada pabrik besar, padahal banyak alat ukur industri kecil mengandung isotop berbahaya seperti Cs-137,” katanya.
Ia menambahkan bahwa edukasi publik dan sistem pelaporan limbah harus diperkuat agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
Dampak Sosial dan Kebutuhan Pemulihan
Warga yang menjadi korban kini menghadapi kesulitan ganda: kehilangan pekerjaan dan menghadapi stigma sosial. Sebagian warga bahkan terpaksa menjual aset pribadi untuk bertahan hidup. Meskipun demikian, mereka berharap pemerintah terus memantau kondisi mereka dan membantu mencari solusi jangka panjang.
“Kami tidak ingin disebut korban selamanya. Kami hanya ingin hidup normal seperti dulu,” kata Heri, sambil menunjukkan sertifikat hasil pemeriksaan medis yang menyatakan dirinya bebas dari paparan radiasi aktif.
Peristiwa ini membuka mata publik tentang pentingnya tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dalam menangani risiko lingkungan. Selain pengawasan ketat, dukungan masyarakat luas dibutuhkan agar para korban bisa benar-benar pulih dari dampak psikologis dan ekonomi.
Kesadaran Baru Soal Keamanan Nuklir
Kasus di Cikande menjadi pengingat bahwa isu keselamatan radiasi bukan hanya urusan teknis, tetapi juga kemanusiaan. Kesalahan dalam pengelolaan bahan radioaktif dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap industri dan pemerintah.
Ke depan, sinergi antara lembaga pengawas, akademisi, dan dunia industri perlu diperkuat. Pemerintah diharapkan menjadikan kasus Cikande sebagai pelajaran untuk memperbaiki sistem keamanan nuklir nasional, sekaligus memastikan bahwa korban mendapatkan haknya untuk hidup layak dan sehat.
Reporter: Tim Lingkungan Nasional | Editor: Redaksi Daerah