
Nusa Penida — Sebuah video yang memperlihatkan proyek pembangunan lift kaca di kawasan Pantai Kelingking, Nusa Penida, Bali, menjadi viral di media sosial. Dalam video berdurasi sekitar satu menit itu, tampak aktivitas alat berat di tebing yang menghadap langsung ke laut biru jernih khas selatan Bali. Proyek tersebut langsung menuai beragam reaksi dari masyarakat, pemerhati lingkungan, hingga wisatawan.
Proyek Lift Kaca Picu Polemik
Pembangunan lift kaca ini disebut-sebut bertujuan untuk mempermudah akses wisatawan menuju bibir pantai yang selama ini hanya bisa ditempuh dengan menuruni tebing curam. Namun, banyak warganet dan aktivis lingkungan khawatir proyek tersebut akan merusak ekosistem alam di kawasan konservasi Pulau Penida. Mereka menilai keaslian bentang alam yang menjadi daya tarik utama Pantai Kelingking bisa terganggu akibat pembangunan infrastruktur modern seperti itu.
“Pantai Kelingking itu bukan sekadar destinasi wisata, tapi simbol keindahan alam liar yang menantang. Jika dibangun lift kaca, nilai petualangannya bisa hilang,” ujar Komang Wiratma, aktivis lingkungan dari komunitas Save Nusa Penida.
Viral di Media Sosial
Video pembangunan ini pertama kali diunggah oleh seorang wisatawan lokal di platform Instagram dan kemudian dibagikan ulang di berbagai media sosial lain, termasuk TikTok dan X. Hanya dalam dua hari, video tersebut sudah ditonton lebih dari dua juta kali dan menuai ribuan komentar. Sebagian besar pengguna mempertanyakan izin serta urgensi pembangunan proyek tersebut.
Banyak pengguna media sosial menilai pembangunan lift kaca justru bisa mengubah karakter alami pantai yang terkenal dengan bentuk tebing menyerupai kepala dinosaurus itu. “Kami datang ke sini karena keindahan alamnya yang asli, bukan untuk naik lift,” tulis salah satu pengguna X.
Penjelasan Pemerintah Daerah
Pemerintah Kabupaten Klungkung akhirnya buka suara. Kepala Dinas Pariwisata Klungkung, I Nyoman Ruspita, menjelaskan bahwa proyek lift kaca tersebut masih dalam tahap studi dan belum mendapat izin final dari pemerintah provinsi. Ia menegaskan, seluruh proses pembangunan harus sesuai dengan ketentuan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
“Kami memahami kekhawatiran masyarakat. Saat ini proyek itu baru sebatas kajian teknis dari pihak investor, belum ada persetujuan pembangunan secara resmi,” ujarnya dalam konferensi pers di Semarapura.
Respons Masyarakat dan Wisatawan
Banyak wisatawan domestik maupun mancanegara menilai akses menuju Pantai Kelingking memang berat, tetapi pengalaman tersebut justru menjadi bagian dari daya tarik utamanya. Jalan setapak yang curam dan pemandangan spektakuler dari atas tebing dianggap sebagai tantangan yang patut dihadapi. Mereka khawatir jika akses terlalu mudah, jumlah pengunjung akan melonjak dan mengancam keseimbangan ekosistem pantai.
“Setiap langkah menuju bawah memberi sensasi tersendiri. Kalau ada lift, rasanya akan seperti taman hiburan, bukan lagi petualangan alam,” kata Linnea, wisatawan asal Swedia yang rutin berkunjung ke Bali.
Pakar Lingkungan Soroti Risiko Geologis
Pakar geologi dari Universitas Udayana, Made Suyana, menilai pembangunan lift kaca di tebing Kelingking perlu kajian mendalam. Struktur tebing yang tersusun atas batuan kapur dinilai tidak stabil dan mudah tererosi. Menurutnya, pemasangan konstruksi berat di area seperti itu bisa menimbulkan risiko longsor atau retakan di masa depan.
“Selain faktor estetika, keselamatan pengunjung juga harus diperhatikan. Lift kaca di tebing kapur memerlukan fondasi yang sangat kuat, sementara kontur tanah di Kelingking tidak selalu mendukung,” katanya.
Potensi Dampak terhadap Pariwisata
Sebagian pihak berpendapat, pembangunan lift kaca bisa memberikan dampak positif bagi sektor pariwisata jika dilakukan dengan perencanaan matang. Akses yang lebih mudah dinilai dapat meningkatkan jumlah kunjungan, terutama bagi wisatawan lansia atau penyandang disabilitas yang selama ini sulit mencapai pantai. Namun, efek jangka panjang terhadap lingkungan tetap menjadi perhatian utama.
Pemerhati pariwisata Bali, Ida Bagus Suamba, mengatakan bahwa pembangunan infrastruktur wisata harus memperhatikan keseimbangan antara kenyamanan dan kelestarian alam. “Kalau pembangunan dilakukan tanpa memperhatikan karakter tempat, pariwisata Bali akan kehilangan identitasnya,” jelasnya.
Belum Ada Keputusan Final
Hingga kini, pihak pemerintah provinsi Bali belum memberikan keterangan resmi terkait status proyek tersebut. Sementara itu, masyarakat lokal bersama sejumlah komunitas lingkungan terus menyerukan agar proyek dihentikan hingga seluruh aspek teknis dan legal terpenuhi.
“Kami tidak menolak pembangunan, tapi harus ada transparansi dan kajian ilmiah yang terbuka,” ujar Komang Wiratma.
Di sisi lain, sejumlah pelaku wisata berharap pemerintah dapat menengahi antara kepentingan konservasi dan pengembangan ekonomi daerah. Bagi mereka, Pantai Kelingking bukan hanya destinasi populer, tetapi juga warisan alam yang perlu dijaga untuk generasi mendatang.
Kategori:
Bali |
Pariwisata di Indonesia |
Isu lingkungan